Sabtu, 15 Desember 2012


Tindakan Tidak Aman yang Dilakukan oleh Tenaga Kerja

Adalah tidak mungkin menghilangkan kecelakaan kerja hanya dengan mengurangi keadaan yang tidak aman, karena pelaku kecelakaan kerja adalah manusia, baca juga disini. Para ahli belum dapat menemukan cara yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan yang tidak aman. Tindakan-tindakan tersebut adalah:
  1. Melempar atau membuang material.
  2. Mengoperasikan dan bekerja pada kecepatan yang tidak aman, apakah itu terlalu cepat ataupun terlalu lambat.
  3. Membuat peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan cara memindahkan, mengubah setting, atau  memasangi kembali.
  4. Memakai peralatan yang tidak aman atau menggunakannya secara tidak aman.
  5. Menggunakan prosedur yang tidak aman saat mengisi, menempatkan, mencampur, dan mengkombinasikan material.
  6. Berada pada posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung. Menaikkan lift dengan cara yang tidak benar.
  7. Pikiran kacau, gangguan penyalahgunaan, kaget, dan tindakan kasar lain.

Tindakan-tindakan seperti ini dapat menyebabkan usaha perusahaan atau tempat kerja meminimalkan kondisi kerja yang tidak aman menjadi sia-sia. Oleh karena itu  kita harus mengidentifikasi penyebab tindakan-tindakan di atas. 
Hal-hal berikut ini dapat dipakai sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi tindakan-tindakan di atas:
  1. Karakteristik pribadi karyawan.
  2. Karyawan yang mudah mengalami kecelakaan (accident prone).
  3. Daya penglihatan karyawan.
  4. Usia karyawan
  5. Persepsi dan ketrampilan gerak karyawan
  6. Minat karyawan.

Sumber: http://www.chem-is-try.org/

Rabu, 14 November 2012

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau disingkat K3 merupakan program pemerintah. Program ini lahir dari keprihatinan akan banyaknya kecelakaan yang terjadi ditempat kerja yang mengakibatkan penderitaan bagi pekerja mapun keluarga pekerja. Karena frekuensi kecelakaan kerja tidak begitu banyak, maka banyak yang memandang sebelah mata pada program ini. Pengusaha bilang, ini cost atau buang buang biaya. Pekerja berkomentar, memperlambat pekerjaan. Dua duanya benar, jika hanya dilihat dari satu sisi saja. Tapi kalau dicermati sisilainnya, tentunya pengusaha akan berpikir dua kali berkata demikian. Kenapa? Karena cost yang dikeluarkan untuk suatu insiden kecelakaan kerja akan jauh berkali lipat dibandingkan yang dikeluarkan untuk pencegahannya. Bagi pekerja, jika sudah terkena cidera atau fatality, tentu tidak akan berani berkata lagi kalau K3 itu hanya memperlambat pekerjaan.

Undang Undang dibidang K3 sudah ada sejal tahun 1970 yaitu UU no. 1 tahun 1970 yang mulai diundangkan tanggal 12 Januari 1970 yang juga dijadikan hari lahirnya K3. Namun, hingga tahun 2000anlah K3 baru mulai banyak dikenal. Kemana saja selama ini regulasi K3 tersebut diatas? Ya, mati surilah kalau boleh dikatakan begitu. Kenapa mati suri? Karena belum ada kesadaran baik dari pihak pengusaha, pekerja bahkan dari pihak Depnakertrans sendiri sebagai pengawas. Kenapa belum ada kesadaran? Karena belum tertimpa insiden kecelakaan kerja. jadi, istilahnya menunggu bola, kalau dapat bola baru bergerak. Ini pola klasik, pola pecundang. Ini sebabnya negara kita tidak maju maju, karena masih dilandasi oleh pola berpikir yang tidak efektif tersebut. Kalau saja Depnakertrans bertindak tegas, bergerak cepat, tentu kemajuan implementasi K3, sudah lebih maju daripada yang ada sekarang ini.
Lalu bagaimana caranya mengimplementasikan K3? Jika anda perusahaan besar dengan jumlah karyawan 100 orang atau lebih atau sifat kerja organisasi anda yang mengandung bahaya atau resiko yang tinggi, maka wajib mengimplementasi SMK3 (Sistem Manajemen Keselamtan dan Kesehatan Kerja). Jika anda perusahaan kecil dan sifat kerjanya tidak mengandung bahaya atau resiko tinggi, maka anda hanya pekerjakan seorang safety officer atau ahli K3 umum. Karena, semua tempat kerja memiliki resiko atau bahaya. Itulah definisi tempat kerja menurut UU no.1 tahun 1970. Jadi, anda harus tetap waspada dengan bahaya laten ditempat kerja. Jika bukan baha fisik instan, tentu ancaman penyakit yang mungkin saja terjadi bertahun tahun kemudian.

Jadi, sudah saatnya pengusaha dan pekerja serta pihak depnakertrans sendiri sadar untuk lebih meningkatkan performa K3 di semua organisasi di Indonesia, karena angka kecelakaan kerja di Indonesia masih lebih tinggi dibanding negara2 lainnya di Asia tenggara, bahkan di Asia. Angka yang dilaporkan pemerintahpun belum tentu angka konkrit. Masih banyak perusahaan2 yang tidak melaporkan insiden2 kecelakaan kerja yang terjadi ditempat kerjanya. Bahkan penghargaan zero accidentpun patut dipertanyakan metode penilaiannya.